Minggu, 14 September 2008

Sinergitas

Sinergitas Dan Kolaborasi Antara Pemerintah Daerah Dengan Investor Dalam Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
Pelaksanaan otonomi daerah telah membawa perubahan yang mendasar di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan tersebut tentunya tidak hanya berdampak pada sistem penyelenggaraan pemerintahan tetapi berdampak pula terhadap perubahan kebijakan-kebijakan dalam pembangunan daerah, termasuk pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam. Pada hakekatnya otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam kerangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam pembangunan daerah, dijumpai tiga domain yang memiliki peran signifikan, yaitu negara atau pemerintah (the state), investor atau sektor swasta (the private sector), dan organisasi sipil masyarakat (civil society organization). Tingkat keterlibatan berbagai komponen tersebut akan terbagi ke dalam berbagai variasi fungsi dan peranan. Variasi fungsi dan peranan dimaksud menyebabkan perbedaan kepentingan yang beragam pula. Karena perbedaan itulah, diperlukan adanya koordinasi dalam proses pembangunan, sehingga diharapkan proses pembangunan dapat dilaksanakan secara sinergis dan harmonis antar komponen-komponen pembangunan. Terwujudnya kesejahteraan masyarakat bukan hanya tergantung pada negara yang mampu memerintah dengan baik, tetapi tergantung pada komponen lain yaitu sektor swasta sebagai pemilik modal dan masyarakat untuk terlibat dalam aktivitas pembangunan daerah. Untuk semua itu, perlu dibangun suatu komunikasi aktif antar stakeholders dalam pelaksanaan otonomi daerah, dengan tujuan untuk mengajak semua pihak yang berkepentingan berdialog, mencari opsi resolusi terhadap masalah sehingga dapat terciptanya iklim investasi yang lebih kondusif. Prasyarat dasar untuk itu memerlukan penyamaan persepsi, kehendak dan semangat dalam pengelolaan sektor energi dan sumber daya alam dalam era otonomi daerah secara demokratis. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dan penjabaran dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi, aspirasi dan permasalahan daerah. Pembangunan daerah sendiri senantiasa diarahkan untuk dapat lebih mengembangkan dan menyelaraskan laju pertumbuhan antar daerah, antar kota, antar desa dan antar kota dengan desa. Sehingga sasaran utama dalam program pembangunan daerah adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat secara merata. Berkaitan dengan reformasi pembangunan, terutama dengan adanya kebijakan otonomi daerah maka pembangunan daerah lebih diarahkan pada bagaimana pembangunan daerah dapat diprogramkan sehingga mampu mendorong daerah untuk tumbuh secara mandiri berdasarkan potensi sosial ekonomi dan karakteristik spesifik daerah yang dimilikinya. Dalam upaya melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan tuntutan masyarakat atau dalam rangka menyediakan pelayanan publik, pemerintah memiliki keterbatasan-keterbatasan sumberdaya dan kemampuan untuk mewujudkannya. Untuk itu dibutuhkan peran serta dari semua komponen baik swasta maupun masyarakat untuk ikut berperan dalam aktivitas pembangunan, terutama pada bidang-bidang pembangunan yang memang belum dapat ditangani oleh pemerintah atau bidang-bidang pembangunan yang akan lebih efisien dan efektif jika dilaksanakan oleh pihak swasta atau masyarakat. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang disertai dengan berbagai kewenangan di dalamnya termasuk pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam sangat rawan terhadap terjadinya konflik. Otonomi daerah akan dapat berjalan dengan baik apabila memiliki persepsi yang sama terhadap kebebasan dan kewenangan daerah, disamping adanya kemampuan mengendalikan diri dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dari masing-masing komponen sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perbedaan persepsi dari para stakeholders terhadap kewenangan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah akan tetap menjadi salah satu pemicu timbulnya konflik di antara mereka. Konflik antara Pusat dengan Daerah muncul lebih disebabkan oleh perbedaan persepsi terhadap kebijakan otonomi daerah terutama dalam hal kewenangan antara Pusat dan Daerah, sedangkan konflik antar Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota antara lain disebabkan oleh perebutan kewenangan dan perbedaan kepentingan. Konflik antara Pemerintah dengan Masyarakat, lebih banyak dipicu oleh perbedaan persepsi dan kepentingan. Konflik antar lembaga pemerintah juga terlihat lebih didorong oleh perebutan kewenangan dan atau perbedaan kepentingan. Sedangkan konflik antara Pemerintah dengan dunia usaha lebih disebabkan oleh perbedaan kehendak dan kepentingan. Selanjutnya konflik antara masyarakat dengan dunia usaha juga disebabkan perbedaan kepentingan dan keinginan. Demikian halnya yang terjadi pada pengelolaan sektor energi dalam rangka pelaksanaan kebijakan otonomi daerah yang sering kali menimbulkan banyak kasus konflik, baik antara Pusat dan Daerah, antar Daerah, Pemerintah dengan masyarakat dan Pemerintah dengan pihak swasta. Konflik antara Pusat dengan Daerah dan antar Daerah pada umumnya mengenai kewenangan dalam pengelolaan dan pemanfaatan, dan mengenai pembagian hasil pengelolaan energi dan sumber daya alam. Munculnya konflik di antara para stakeholders dalam pengelolaan dan pemanfaatan energi dan sumber daya alam ini akan sangat berpengaruh terhadap kesinambungan pengelolaan energi dan sumber daya alam di masa mendatang. Konflik ini sudah tentu akan mengganggu aktivitas usaha dari pihak yang menanamkan investasi di sektor energi dan sumber daya alam. Disamping itu juga akan menghambat penerapan dan pengembangan konsep sustainable development dalam pengelolaan energi di daerah. Pemerintah Daerah tetap mengharapkan bahwa keuntungan/ bagi hasil dari pengelolaan sektor energi dan sumber daya alam menjadi sumber dana bagi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat dalam kerangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, investasi yang ditanamkan oleh para investor tetap terjaga keamanan dan pengembaliannya (return of investment) sehingga tercipta iklim investasi yang kondusif bagi dunia usaha. Di sisi lain pengelolaan sumber daya alam tetap memperhatikan aspek-aspek lingkungan sehingga keberlangsungan lingkungan hidup (ecological suistainable) tetap terjaga. Dalam konteks Garut, hal ini selaras dengan visi Bupati Garut yaitu ?Pengarusutamaan pembangunan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan guna mempercepat pencapaian visi Garut tahun 2009?. Dimana sinergitas dan kolaborasi antar pemerintah daerah dengan investor diharapkan dapat memacu akselerasi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satu proses bagi terciptanya iklim investasi yang kondusif adalah dengan membangun komitmen pembagian peran dari pemerintah daerah dengan swasta dan masyarakat, yang diawali dengan upaya membangun persepsi yang sama dengan cara memetakan kebutuhan akselerasi pencapaian visi dan misi daerah. Ke depan, pemerintahan daerah memang harus memfasilitasi secara maksimal untuk memberikan kemudahan peningkatan investasi, termasuk di dalamnya penciptaan iklim yang kondusif bagi investasi dengan senantiasa mempertimbangkan kepentingan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu, domain swasta dan masyarakat menjadi pembuka kunci penggerak roda ekonomi masyarakat. Sinergitas dan kolaborasi ini tidak hanya pada tataran implementasi, tetapi harus dimulai sejak tahap perencanaan pembangunan. Rumusan di atas menekankan bahwa iklim investasi harus mendukung pembangunan masyarakat (community development) yang dapat diartikan sebagai berikut. 1. Pembangunan masyarakat merupakan suatu proses pembangunan yang berkesinambungan. Artinya kegiatan itu dilaksanakan secara terorganiser dan dilaksanakan tahap demi tahap dimulai dari tahap permulaan sampai pada tahap kegiatan tindak lanjut dan evaluasi - follow-up activity and evaluation. 2. Pembangunan masyarakat bertujuan memperbaiki - to improve - kondisi ekonomi, sosial, dan kebudayaan masyarakat untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. 3. Pembangunan masyarakat memfokuskan kegiatannya melalui pemberdayaan potensi-potensi yang dimiliki masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, sehingga prinsip to help the community to help themselve dapat menjadi kenyataan. 4. Pembangunan masyarakat memberikan penekanan pada prinsip kemandirian. Artinya partisipasi aktif dalam bentuk aksi bersama - group action - di dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dilakukan berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki masyarakat. Dari berbagai pemahaman tentang pembangunan masyarakat (community development) di atas, maka kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan Investor dalam kerangka Pembangunan Masyarakat lebih diarahkan pada pembangunan masyarakat yang dapat menciptakan trickle down effect, daripada pembangunan masyarakat yang hanya bersifat charity. Sehingga, paling tidak, ada tiga hal yang dapat dilakukan melalui kemitraan strategis antara pemerintah dengan investor dalam kerangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, yaitu: 1. Pembangunan masyarakat (community development) yang sesuai dengan harapan masyarakat serta dapat menimbulkan trickle down effect pada masyarakat sekitar. 2. Pengembangan ekonomi lokal (local economic development), yang merupakan suatu pola kemitraan dengan sektor swasta, untuk menciptakan pekerjaan baru dan merangsang kegiatan ekonomi daerah, dimana kegiatan investasi oleh swasta diperlukan untuk menopang peran pemerintah dalam penciptaan lapangan kerja. 3. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan, selain dalam peningkatan ekonomi kerjasama antara pemerintah dengan investor juga lebih diarahkan kepada cara bagaimana mewujudkan lingkungan yang bermanfaat bagi tercapainya pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Pada sisi lain, iklim investasi juga harus memberikan dukungan bagi Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL). Pengembangan Ekonomi Lokal pada hakekatnya merupakan proses yang mana pemerintah daerah dan/ atau kelompok berbasis komunitas mengelola sumber daya yang ada dan masuk kepada penataan kemitraan dengan sektor swasta, atau di antara mereka sendiri, untuk menciptakan pekerjaan baru dan merangsang kegiatan ekonomi wilayah. Ciri utama pengembangan ekonomi lokal adalah pada titik beratnya pada kebijakan ?endogenous development? menggunakan potensi sumber daya manusia, institutional dan fisik setempat. Orientasi ini mengarahkan kepada fokus dalam proses pembangunan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi. Mengembangkan ekonomi lokal berarti bekerja secara langsung membangun economic competitiveness (daya-saing ekonomi) suatu kota untuk meningkatkan ekonominya. Prioritasi ekonomi lokal pada peningkatan daya saing ini adalah krusial, mengingat keberhasilan (kelangsungan hidup) komunitas ditentukan oleh kemampuannya beradaptasi terhadap perubahan yang cepat dan meningkatnya kompetisi pasar. Apapun bentuk kebijakan yang diambil, PEL dipersyaratkan mempunyai satu tujuan, yaitu: meningkatkan jumlah dan variasi peluang kerja tersedia untuk penduduk setempat. Dalam mencapai itu, pemerintah daerah dan pihak swasta sebagai pemilik modal dituntut untuk mengambil inisiatif dan bukan hanya berperan pasif saja. Setiap kebijakan dan keputusan publik dan sektor usaha, serta keputusan dan tindakan masyarakat, harus pro-PEL, atau sinkron dan mendukung kebijakan pengembangan ekonomi daerah yang telah disepakati bersama. Dari uraian di atas, jelas bahwa pembangunan daerah dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah sendiri melainkan tanggung jawab bersama, untuk secara bersatu padu, bekerjasama atas dasar kemitrasejajaran baik antara Pemerintah Daerah dengan Investor, Pemerintah Daerah dengan Masyarakat, maupun antar Masyarakat dengan Investor. Agar tercipta iklim usaha yang kondusif dan saling menguntungkan.

Tidak ada komentar: